SAMARINDA – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Untag Bergerak melakukan aksi demo di depan kampus Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 (Untag), aksi yang direncanakan akan digelar pukul 09.00 wita harus di undur pada jam 10.00 wita, hal ini dikarenakan menunggu massa aksi berkumpul. Kamis (18/6/2020).
Aksi yang dilakukan di depan gedung rektorat kampus Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 ini menuntut penghapusan biaya beban tetap yang dibebankan kepada mahasiswa. Selain itu mereka menuntut transparasi anggaran kampus tahun 2017 sampai 2019.
Noel Andrias, selaku kordinator aksi mengatakan biaya beban tetap ini dibayar bersamaan dengan UKT, dan nilainya cukup tinggi.
Para mahasiswa menganggap biaya beban tetap yang digunakan untuk fasilitas kampus tidak dapat dirasakan langsung oleh mahasiswa dimasa pendemi Covid-19 ini. Mereka malah mepertanyakan kemana anggaran itu digunakan kerena melihat beberapa tahun ini tidak ada perkembangan tentang pembangunan di kampus.
Mahasiswa juga menyayangkan di masa pendemi seperti sekarang ini akan terasa sangat berat bagi para mahasiswa yang orang tuanya menjadi korban PHK.
“Tuntutan pertama kami menghilangkan beban tetap 100 persen. Kedua kami meminta transparasi anggaran tahun 2017 sampai 2019. Karena dari teman-teman menanyakan alokasi dana kampus kemana saja,” katanya.
Mereka membawa dan membentangkan spanduk dengan bernagai macam tulisan, terlihat beberapa tulisan tertempel di area kampus. Salah satu tulisan tersebut agar kampus menginginkan apa yang diinginkan para Mahasiswa.
“Kami butuh kebijakan bukan dibajak,” tulis spanduk yang tertempel depan lapangan tenis kampus.
Orasi yang dilakukan hampir satu jam belum mendapatkan respon sama sekali dari pihak rektorat maupun yayasan. Meskipun belum ada respon dari pihak kampus mereka mengancam akan menyegel gedung kampus.
Beberapa mahasiswa maju satu persatu untuk berorasi. Bahkan ada yang naik ke atas pagar depan kampus. Ashraf salah satu orator mengaku tidak takut ketika Naik ke atas pagar.
“Biar pihak yayasan melihat dan masyarakat melihat tindakan ini,” ucapnya.
Melihat tidak adanya respon dari pihak Rektorat dan yayasan, kemarahan mahasiswa semakin memuncak dan berujung pada pembakaran ban, agar lebih menjadi pemantik semangat untuk massa aksi. (Pry)
Editor : Hairul Anwar