SAMARINDA – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Siswadi angkat bicara mengenai postingan yang berjudul “Patut Ditiru, Rumah Panggung Bebas Banjir di Pemuda III” yang sempat viral melalui akun Instagram pemerintah kota (Pemkot) Samarinda.
Postingan Rumah Panggung tersebut diyakini Siswadi bukan merupakan inisiatif atau keputusan yang dibuat oleh pengambil kebijakan Pemkot Samarinda. Tetapi, Ia sepakat dengan komentar netizen, cara mengatasi banjir tidaklah dengan mengubah bentuk bangunan, tetapi bagaimana menata bangunan.
“Menatanya seperti Pemkot harusnya tidak memberikan izin untuk mendirikan bangunan di wilayah resapan air,” kata Pak Sis, panggilannya, Sabtu (30/5/2020).
Menurut Pak Sis, jika solusi dalam mengatasi banjir harus mendirikan rumah panggung, mau berapa meter tinggi rumah tersebut dibangun. Jadi itu bukan solusi yang tepat.
“Solusi terbaik adalah banjir di Samarinda harus terkoordinasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan pemerintah kota,” ucapnya.
Ia menambahkan mengenai penanganan air terutama ilir dan ulu termasuk Karang Asam tidak bisa dikerjakan oleh Pemkot Samarinda sendiri. Hal ini membutuhkan hubungan yang sinergi antara pemerintah provinsi, apalagi wilayah tersebut memang masuk dalam wilayah pembangunan provinsi.
Selain pemerintah provinsi, saat ini pemerintah pusat lagi merevitalisasi Bendungan Benanga, yang terdapat wilayah sungai tersebut. Pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR menganggarkan 100 miliar lebih yang sekarang lagi dikerjakan Pemkot Samarinda.
“Harapan saya pemerintah provinsi juga membantu merevitalisasi Sungai Karang Mumus (SKM), kemudian Pemkot Samarinda yang bekerja untuk sosialnya. Kalau ini berjalan saya yakin ini tidak akan banjir di Samarinda,” tambahnya.
Siswadi tidak setuju Jika dikatakan Kota Samarinda tidak layak sebagai penyangga ibu kota, karena hal ini tergantung dari sudut pandang penglihatan.
“Kalau hari ini yang dijadikan acuan banjir, yah mestinya bagaimana menangani banjir itu,” sambungnya.
Ketidaksepakatan Siswadi mengenai statement warganet tentang tidak layaknya kota Samarinda menjadi penyangga ibu kota dilihat dari letak geografis kota Samarinda diapit 5 kabupaten kota, Kukar (Kutai Kartanegara), Kubar (Kutai Barat), Mahulu (Mahakam Ulu), Bontang, Kutim (Kutai Timur). Dari sini, kata Siswadi lagi, tentu saja ini sudah sangat strategis untuk menjadi penyangga ibukota.
“Kalau dijadikan pusat bisnis bisa strategis sekali. Jadi sekali lagi saya tidak setuju kalau Samarinda tidak layak sebagai ibukota penyangga,” terang Siswadi.
Solusi tercepat untuk mengatasi banjir yang disampaikan Siswadi ialah pengerjaan drainase yang dikerjakan Pemkot Samarinda. Pengerjaan itu juga dilakukan secara bertahap.
“Seperti simpang 4 Lembuswana dahulu, Lambung Mangkurat, baru Antasari. Karena asal dari 3 sekmen ini berbeda, kemudian anggarannya juga,” tutupnya. (Titi)