
Ilustrasi pelecehan bawah umur. Net
JAYAPURA – Oknum Polisi di Jayapura, Papua divonis bebas terkait dugaan kasus pencabulan anak berusia lima tahun. Hal ini mendapat kecaman dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Papua
Oknum Polisi berinisial AF diputus bebas oleh hakim pada 20 Januari 2025. “Kami menilai kebutusan ini mengabaikan tuntutan hukum dari pihak korban,” kata Direktur LBH APIK Jayapura, Nur Aida Duwila dalam keterangan yang dikutip dari Kompas.com, Selasa (18/3/2025).
Meskipun tidak memberikan bantuan hukum langsung kepada korban, sebagai aktivis perempuan dan anak, Nur merasa prihatin terhadap putusan bebas tersebut. Menurut Nur, terdakwa merupakan penegak hukum yang bertugas sehari-hari di Kepolisian Resort (Polres) Keerom, Papua.
“Keputusan ini mencerminkan hilangnya pemenuhan hak keadilan bagi anak korban kekerasan seksual,” ujarnya. Nur mendorong agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan kasasi atas putusan PN Jayapura itu guna mendapatkan keadilan bagi korban. “Kami berharap kuasa hukum korban lapor hakim yang memutuskan kasus ini kepada Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung (MA),” ujarnya.
Hakim Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura yang memutuskan perkara dengan Nomor 329/Pid.Sus/2024.PN Jap adalah Hakim Ketua Zaka Talpatty, didampingi oleh Hakim Anggota Korneles Waroi dan Hakim Anggota Ronald Lauterboom.
Dalam putusan itu, hakim menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan penuntut umum. Dalam putusan itu, hakim memerintahkan Penuntut Umum untuk mengeluarkan atau membebaskan terdakwa tersebut dari tahanan.
Menanggapi putusan ini, kuasa hukum korban, Dede Gustiawan Pagundun merasa kecewa. Ia menilai, putusan hakim tidak mengacu kepada tuntutan Jaksa Penutut Umum (JPU), yakni 12 tahun penjara berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. “Tentu putusan ini kami sangat kecewa, sehingga telah mengajukan kepada JPU untuk dilakukan banding dengan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) guna mencari keadilan,” katanya kepada wartawan di Kota Jayapura, Papua, Jumat (14/3/2025) malam.
Dede yang didampingi rekan kuasa hukumnya, La Ode Muktati menyampaikan, putusan vonis bebas yang dilakukan oleh hakim terhadap terdakwa tidak hanya menimbulkan kekecewaan terhadap keluarga korban, tetapi melukai rasa keadilan korban dan keluarga serta mencederai semangat perlindungan anak sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak. “Fakta-fakta persidangan dan alat bukti yang jelas menunjukkan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan tercela terhadap korban yang masih di bawah umur,” katanya. B
Anggota Peradi Kota Jayapura ini menyampaikan, anak merupakan kelompok paling rentan terhadap kejahatan seksual. Oleh karena itu, negara melalui aparat penegak hukum seharusnya memastikan hak-hak anak dilindungi dan ditegakkan dengan sebaik-baiknya. Namun, dengan adanya putusan ini, muncul pertanyaan besar soal di mana letak keadilan bagi korban.
Menurut Dede, langkah hukum selanjutnya yang akan ditempuh oleh pihaknya sebagai keluarga korban yakni melaporkan hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Jayapura yang menangani perkara ini kepada Komisi Yudisial. Dede meminta Komisi Yudisial untuk meninjau kembali putusan hakim guna memastikan bahwa hukum ditegakkan dengan adil dan berpihak pada korban dan keluarganya. “Kami mendesak pihak terkait, termasuk pihak Kejaksaan dan Komisi Yudisial untuk turut meninjau kembali putusan ini, guna memberikan rasa keadilan yang berpihak pada korban,” ujarnya. (pry)