Ketua DPRD Kukar akan Revisi Perda Terkait CSR, Alif : Lemahnya Koordinasi dan Pengawasan

Ketua DPRD Kukar, Alif Turiadi.

KUTAI KARTANEGARA – Terungkapnya alokasi dana CSR ke perguruan tinggi di Pulau Jawa membuat seluruh masyarakat Benua Etam kecawa. Pasalnya perusahaan yang beroperasi di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) ini, dinilai kurang bekerjasama dengan pemerintah serta masyarakat setempat.

Ketua DPRD Kukar, Alif Turiadi mengatakan kepada awak media, dirinya telah bertemu dengan perwakilan mahasiswa beberapa waktu lalu yang menyampaikan apresiasi serta menampung aspirasi terkait persoalan tersebut.

Dirinya pun menyikapi para mahasiswa yang datang, dan akan membawa persoalan tersebut ke rapat paripurna.

“Harapan kita, adanya dorongan dari mahasiswa, masyarakat ini kami menyikapi dan akan membentuk pansus atau panca, nanti kita bicarakan di paripurna. Karena CSR ini dananya ke luar Kaltim,” katanya, Senin (30/5/2022).

Lebih lanjut, dirinya memberikan catatan kepada CSR yang ada di forum TJSP agar bekerjasama dan bersinergi dengan musrembang kecamatan serta kabupaten. Serta CSR tidak hanya dari pertambangan saja, melainkan dari perkebunan dan sektor lainnya.

“Misalnya CSR membangun jembatan, pemda membangun jalannya. Jadinya kan sinergi. Yang penting CSR maksimal dulu. Dan CSR tidak hanya dari pertambangan, bisa dari perkebunan kelapa sawit, dan perusahaan-perusahaan yang ada di Kukar. Mereka wajib memiliki CSR,” bebernya.

Pria yang akrab dipanggil Alif ini berencana akan merevisi perda terkait CSR yang menurutnya masih bersifat sunnah atau tidak wajib.

Tak hanya sekedar merevisi perda, dirinya juga ingin para perusahaan yang masih illegal harus ditertibkan terlebih dahulu. diharapkan ke depannya akan mudah dalam melakukan pendataan serta menambah PAD.

“Kami akan merevisi perda kami, yang berisi termatup tarif yang resmi. Jika sudah ada akan lebih memudahkan, karena saat ini hukumnya seperti sunnah tidak wajib. Kemudian, gali perusahaan-perusahaan itu. Yang digali adalah salah satunya perusahaan penambangan yang bersifat illegal,” terangnya.

Pasalnya, jika para perusahaan yang masih illegal tetap dibiarkan. Khususnya di sektor pertambangan, maka akan semakin banyak lingkungan di wilayah Kukar yang rusak dan akan berimbas kepada masyarakat sekitar.

“Karena dampaknya itu merusak lingkungan, jadi mereka harus ditertibkan dulu. Jika meraka sudah legal dan resmi, tentunya ini akan membantu PAD maupun CSR, sehingga mereka dapat membantu masyarakat yang ada disekitar lingkungannya,” ujarnya.

Hal senada pun juga diutarakan oleh dosen dari Universitas Mulawarman (Unmul), Purwadi. Dirinya menyebutkan, wilayah Kukar atau Kaltim akan menerima cuci piring. Yang artinya kerusakan alam seperti banjir, hingga kekurangan air bersih.

“Jangan sampai masyarakat Kukar di Kaltim hanya kebagian cuci piring. Maksudnya seperti banjir, hutan gundul, air besih susah, lingkungan yang rusak, perguruan tinggi tidak maju-maju,” ungkapnya.

Ia juga mempertanyakan alokasi dana CSR yang dialokasikan kepada perguruan tingg di Pulau Jawa. Kenapa tidak dialokasikan ke perguruan tinggi di Kaltim.

“Memangnya disini tidak ada yang layak, akhirnya perguruan tinggi tidak maju-maju. Dan persoalan ini sudah terjadi bertahun-tahun lalu,” pungkasnya. (titi)

Share

You may also like...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *