Tolak Lahan Dijadikan Tambang, Takut Produksi Durian Melak Desa Geleo Asa dan Geleo Baru Kubar Menurun

Warga Desa Geleo Asa dan Geleo Baru Kecamatan Barong Tongkok Kabupaten Kutai Barat menolak lahan mereka dijadikan lahan tambang PT. Kencana Wilsa, (pry)

SAMARINDA – Warga Desa Geleo Asa dan Geleo Baru Kecamatan Barong Tongkok Kabupaten Kutai Barat mendatangi pemerintah provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) untuk meminta pemerintah menghentikan kegiatan tambang perusahaan dan mereka menolak lahan mereka dijadikan lahan tambang PT. Kencana Wilsa, Senin (13/7/2020) siang.

Dalam pertemuan dengan pemerintah provinsi (Pemprov) yang diwakili sekda provinsi (Sekprov) Kaltim M.Sabani, beliau mengatakan pemprov berjanji akan memfasilitasi hal tersebut.

“Sekprov berjanji akan memfasilitasi Dan warga siapkan data-data valid,” ucap Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang.

Sementara itu Rinayati salah satu Petani Desa Geleo Baru, mengatakan desa tersebut tidak pernah menjadi lahan tambang. Kawasan desa tersebut menjadi lahan pertanian, perkebunan dan perikanan. Bahkan kata Rinayati desa tersebut menghasilkan buah durian melak.

Ia takut jika hal tersebut terjadi akan berdampak penurunan produksi durian melak. “Geleo Baru ada pertanian karet dengan enam kelompok tani. Otomatis tergantung dengan karet kedua Sentra pertanian. Rata-rata hasil disana pertanian, Sentra buah-buahan durian,” ucapnya.

Tidak hanya lahan pertanian, kawasan Gunung Layung yang berada di desa tersebut memiliki sumber air bersih. Jika kawasan tersebut dijadikan lokasi tambang maka sumber air bersih kawasan tersebut tercemar.

“Ditakutkan dengan adanyan penambangan itu dapat mempengaruhi sumber air. Sebab Gunung layung merupakan sumber air di kawasan Kampung tersebut,” ucap Rinayati.

Dalam konferensi pers yang dilakukan di pyramid cafe, pihak forum Sempekat petani Desa Geleo Asa dan Geleo Baru, Kecamatan Barong Tongkok Kabupaten Kutai Barat mengklarifikasi terkait adanya informasi warga yang setuju lahannya dijadikan tambang oleh perusahaan P.T. Kencana Wilsa.

Ketua forum Martidin ditemani Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang membantah hal tersebut tidak benar. Martidin sebelumnya membenarkan adanya pertemuan warga dengan perwakilan perusahaan. Dalam pertemuan tersebut perusahaan pada awalnya menjelaskan akan menjadikan lahan tersebut sebagai lahan tambang.

Mendengar hal tersebut, mayoritas para warga langsung menolak adanya eksistensi tambang. Meskipun begitu perataan tanah untuk membuat akses jalan menuju lokasi tambang tetap dijalankan. Padahal mayoritas masyarakat menolak hal tersebut.

Masyarakat menolak dikarenakan lahan lokasi tambang yang berada di kawasan Gunung Layung ini menjadi sumber mata pencaharian mereka. Martidin mengatakan perkebunan karet, pertanian serta perikanan menjadi urat nadi perekonomian warga sekitar.

Apalagi kawasan Gunung Layung juga merupakan tanah adat masyarakat setempat. Bahkan kawasan hutan Gunung Layung ini merupakan sudah mendapatkan SK dari Kementrian Kehutanan sebagai lahan adat yang sah dimata negara. Sementara itu Pradarma Rupang mencium adanya dugaan mal administrasi di kawasan tersebut.

“Ada dugaan mal administrasi rangkap izin. Di kawasan yang sama juga berdiri kebijakan pemerintah pusat pembangunan irigasi bendungan dengan Anggaran APBN. Sehingga kemungkinan adanya tumpang tindih penerapan RTRW,” ucap Pradarma Rupang.

Martidin mengatakan sejak zaman dahulu kawasan tersebut tidak pernah dijadikan tambang. Bahkan sejak zaman nenek moyang mereka lahan tersebut berkembang menjadi kawasan pertanian. “Sejak zaman Belanda ini Kami sudah Ada disana. Gunung Layung itu titipan nenek moyang Kami. Seandainya kaminlepaskan ke perusahaan masyarakat takutnya Kami harus menjadi tamu di tanahnya sendiri,” ucap Martidin. (Pry)

Editor : Hairul Anwar

Share

You may also like...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *