SAMARINDA – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim menggelar konfrensi pers terkait beberapa pengembangan kasus yang cukup krusial di Provinsi Kaltim, Jumat (22/5/2020). Diantaranya adalah kasus tambang ilegal di Kaltim.
Penelusuran dan pendalaman kasus penambangan ilegal dilakukan oleh Satgas Pengamanan Usaha Pertambangan dan Kehutanan (PUPK). Salah satu kasus yang tengah ditelusuri adalah praktik ilegal penambangan batu bara di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura).
Kepala Kejati Kaltim Chaerul Amir mengatakan banyak pemegang izin usaha pertambangan (IUP) yang melakukan penyimpangan dalam pengelolaan izin, diantaranya penggunaan IUP yang tidak melaksanakan kewajiban, seperti pembayaran royalti, pajak, dan kewajiban dalam merehabilitasi pasca tambang.
“Sudah dilakukan pendataan, ada yang sudah ditingkatkan ke penyelidikan ditindak pidana khusus. Sebagian besar masih dilakukan olah data oleh tim intelijen,” serunya, Jumat (22/5/20).
Lokasi yang diduga menjadi tempat penambangan ilegal antara lain di sekitar Bendungan Semboja atau sekitar kawasan Tahura Bukit Soeharto, Kutai Kartanegara (Kukar). Apalagi kawasan tersebut masuk dalam area yang dilindungi pemerintah.
“Sudah ke lokasi dan memang ada penambangan. Tapi, orang yang melakukan penambangan ini sudah tidak ada. Hanya ditemukan alat-alat menambang yang ditinggalkan di lokasi,” ungkapnya.
Penelusuran tim PUPK pun sampai ke Pelabuhan Kariangau Balikpapan. Pihak Kejati pun mengindikasikan ada keterlibatan kelompok besar dari kasus tambang ilegal tersebut.
“Di pelabuhan kami mengumpulkan data dan keterangan dari sejumlah orang. Semuanya mengindikasikan adanya dugaan konspirasi di antara orang-orang itu untuk melegalkan batu bara ilegal supaya dapat diangkut,” jelasnya.
Dari beberapa kasus tersebut sudah ada satu oknum yang ditetapkan sebai tersangka dalam kasus penyimpangan pembayaran royalti perusahaan CV. JAR.
Pelaku melakukan penjualan batu bara yang mengakibatkan kerugian negara berupa PNBP tidak terbayarkan sebagaimana mestinya.
“Adapun yang ditetapkan tersangka untuk sementara baru satu, tapi ini nanti akan berkembang karena tidak mungkin satu orang, karena bisa juga terlibat selain swasta, tapi juga pihak-pihak penyelenggara juga. Adapun oknum yang berinisial H (50). Dia ini bukan pemilik perusahaan namun bekerja atas nama perusahaan,” ucapnya.
Usai Hari Raya Idul Fitri, pihak Kejati Kaltim pun akan kembali mendalami kasus tersebut dengan memeriksa beberapa orang yang terkait dengan pengiriman batu bara ilegal tersebut. (ftt)