Kejati Kaltim Terus Kembangkan Kasus Korupsi Pengadaan Lahan Sirkuit di Kutim, Kerugian Negara Capai 25 Miliar

Kepala Kejati Kaltim, Chaerul Amir (tengah) dalam konfrensi pers, Jumat (22/5/2020) kemarin. (ftt)

Samarinda – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim terus melakukan penyelidikan terhadap kasus dugaan korupsi pengadaan lahan sirkuit balapan oleh Pemerintah Kutai Timur (Kutim). Dalam proyek bernilai puluhan miliar itu sudah ditetapkan seorang tersangka dalam perkara tersebut.

“Sekarang, kasus ini sudah ditingkatkan ke penyidikan dan telah menetapkan seorang tersangka,” ungkap Kepala Kejati Kaltim, Chaerul Amir, Jumat (22/5/2020) kemarin.

Menurutnya, kasus tersebut bisa dibilang cukup sederhana, yaitu mengenai pengadaan tanah untuk pembangunan sirkuit balap, di mana tanah tersebut diketahui adalah tanah milik negara. Uang yang bersumber dari APBD Kutim untuk pembebasan tanah, dibayarkan kepada sejumlah oknum yang dianggap sebagai pemilik.

“Setelah penyelidikan, diketahui, tanah itu adalah tanah milik negara atau daerah. Artinya, APBD digunakan untuk membayar sesuatu yang tidak perlu, tidak semestinya, karena tanah itu milik daerah sendiri,” jelasnya.

Penyidik Kejati Kaltim pun akhirnya menetapkan satu tersangka dalam kasus tersebut, yaitu Kuasa Pengguna Anggara (KPA) sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan tersebut yang juga dalam urusan pembayaran proyeknya. Tersangka berinisial Drs H.AA. yang merupakan salah satu kepala dinas pada saat proyek pengadaan lahan itu dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu pada 2010 dan 2012 lalu.

Tidak hanya berhenti pada penetapan satu tersangka, lebih lanjut menurut Chaerul kasus tersebut akan terus berkembang.

“Sirkuitnya saja sampai sekarang tidak kelihatan. Nanti ini juga akan berkembang. Selain pengadaan tanahnya, juga pembangunan sirkuitnya. Karena sampai dilakukan pemeriksaan di lapangan, ternyata sirkuitnya belum selesai, belum terwujud,” serunya.

Kejati Kaltim juga telah sepakat dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kaltim untuk menghitung kerugian negara yang diperkirakan sebesar Rp. 25 miliar.

“Total kerugian dalam kasus ini sebesar uang yang dikeluarkan dalam APBD. Karena lahan ini milik negara. Berarti uang yang dibayar itu tidak semestinya dikeluarkan. Itu menurut hitung-hitungan penyidik kami,” ucapnya. (ftt)

Share

You may also like...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *