Kejagung Buka Suara Soal Dugaan Pelanggaran Tambang Nikel di Raja Ampat, Pemerintah Sudah Cabut Empat Izin Usaha

Foto : Dampak aktivitas tambang di pulau Raja Ampat. Sumber : Istimewa.
Foto : Dampak aktivitas tambang di pulau Raja Ampat. Sumber : Istimewa.

Jakarta, Balikpapan – Kejaksaan Agung (Kejagung) merespons sorotan publik terkait dugaan pelanggaran pertambangan di kawasan konservasi Raja Ampat, Papua Barat Daya. Namun Kejagung menegaskan, proses hukum hanya bisa berjalan jika ada laporan resmi dari masyarakat.

“Jangan hanya ramai di media sosial, sampaikan juga ke aparat penegak hukum. Itu penting agar ada dasar bagi kami untuk melakukan pengecekan dan penyelidikan awal,” ujar Harli Siregar, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, kepada wartawan pada Rabu (11/6/2025).

Menurut Harli, Kejagung siap menindaklanjuti dugaan pelanggaran, termasuk jika ada indikasi suap dalam proses penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Namun semua itu membutuhkan laporan awal sebagai pintu masuk proses hukum.

“Kalau ada pengaduan resmi, tentu bisa kami dalami,” tambahnya.

Sementara itu, pemerintah pusat telah mengambil langkah cepat atas polemik tambang nikel di Raja Ampat. Presiden Prabowo Subianto melalui rapat terbatas bersama para menteri memutuskan mencabut empat izin usaha pertambangan yang selama ini menuai kontroversi.

Keputusan ini disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/6/2025).

“Atas arahan Presiden, pemerintah mencabut IUP milik empat perusahaan di Kabupaten Raja Ampat,” tegas Prasetyo.

Adapun empat perusahaan tambang yang izinnya dicabut adalah:

  1. PT Anugerah Surya Pratama
  2. PT Nurham
  3. PT Mulia Raymond Perkasa
  4. PT Kawei Sejahtera Mining

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa pencabutan izin dilakukan karena sejumlah pelanggaran, terutama terkait dampak terhadap lingkungan dan kawasan konservasi.

“Kami sudah turun ke lapangan. Hasilnya, lokasi tambang tersebut tidak layak secara lingkungan. Selain itu, kita harus menjaga kelestarian biota laut dan wilayah konservasi,” ujar Bahlil.

Ia juga menambahkan bahwa meskipun izin-izin tersebut diterbitkan sebelum wilayah Raja Ampat ditetapkan sebagai kawasan geopark nasional, hal itu tidak bisa dijadikan pembenaran atas pelanggaran yang terjadi di lapangan.

Langkah tegas ini diapresiasi sejumlah pihak, mengingat Raja Ampat dikenal sebagai salah satu ekosistem laut terkaya di dunia dan menjadi simbol konservasi laut Indonesia. Namun demikian, sorotan terhadap potensi penyalahgunaan izin di masa lalu juga memicu harapan akan adanya penegakan hukum yang lebih tegas, termasuk kemungkinan penyelidikan pidana jika ditemukan unsur korupsi atau suap dalam proses penerbitan izin. (Ang)

Share

You may also like...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *