
Jakarta, Kaltimedia.com – Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan bahwa aktivitas pertambangan nikel oleh PT Gag Nikel (anak perusahaan PT Aneka Tambang/Antam) di Pulau Gag, Raja Ampat, terlihat tidak menimbulkan pencemaran lingkungan yang serius. Pernyataan ini disampaikan dalam Media Briefing di Jakarta, Minggu (8/6/2025), meski ia mengakui belum melakukan kunjungan langsung ke lokasi.
Menurut Hanif, hasil pemantauan tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang turun ke lokasi pada 26–31 Mei 2025 menunjukkan bahwa pelaksanaan kegiatan tambang relatif memenuhi kaidah tata lingkungan.
“Artinya, tingkat pencemaran yang nampak oleh mata itu hampir tidak terlalu serius,” ujarnya.
KLHK mencatat bahwa PT Gag Nikel menguasai wilayah tambang seluas 6.030 hektare di Pulau Gag, dengan luas bukaan tambang saat ini mencapai sekitar 187,87 hektare, berdasarkan citra satelit dan pemantauan drone. Hanif menambahkan bahwa meski belum ada pelanggaran berat, indikasi adanya sedimentasi yang mulai menutupi terumbu karang tetap menjadi perhatian.
“Kita perlu melakukan kajian lebih mendalam. Koral-koral yang mengelilingi pulau itu adalah habitat penting yang harus benar-benar kita jaga,” tegas Hanif.
Namun, berbagai kalangan menilai penilaian pemerintah terlalu dini dan tidak cukup kritis. Greenpeace Indonesia, dalam analisis dan dokumentasinya, menyatakan bahwa eksploitasi nikel di Pulau Gag, Kawe, dan Manuran telah menyebabkan kerusakan ekologis yang nyata.
Organisasi lingkungan ini mengungkap bahwa lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami telah dibabat untuk kepentingan tambang, menyebabkan limpasan tanah yang mengalir ke pesisir dan berpotensi merusak ekosistem terumbu karang Raja Ampat.
“Sedimentasi dari aktivitas tambang bisa membunuh karang dan menghancurkan habitat laut yang sangat sensitif. Ini bukan hanya soal kehilangan keindahan alam, tapi juga soal rusaknya sistem pendukung kehidupan laut,” terang Greenpeace dalam pernyataan resminya.
Selain aspek lingkungan, keberadaan tambang di Pulau Gag juga memunculkan persoalan hukum. Hanif menyinggung dua putusan penting, yakni Putusan Mahkamah Agung Nomor 57P/HUM/2022 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023, yang secara tegas melarang kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil, tanpa pengecualian. Pulau Gag sendiri dikategorikan sebagai pulau kecil berdasarkan luasnya.
Meski PT Gag Nikel memiliki izin khusus sebagai salah satu dari 13 perusahaan yang diperbolehkan beroperasi di kawasan hutan lindung nberdasarkan relaksasi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 situasi ini tetap menimbulkan kontroversi, terutama dalam konteks keberlanjutan dan kepatuhan terhadap hukum lingkungan yang lebih baru.
Hanif memastikan, pemerintah akan meninjau kembali izin lingkungan yang telah diberikan kepada PT Gag Nikel dan melakukan diskusi lintas kementerian bersama Kementerian ESDM, Kehutanan, serta Kelautan dan Perikanan.
“Ini bukan langkah yang bisa diambil sepihak. Perlu koordinasi antarsektor karena dampaknya meluas,” katanya. (ang)



