Samarinda – Puluhan mahasiswa dan pemuda asal NTT yang tergabung dalam aliansi GRANATT (Gerakan Rakyat Nusa Tenggara Timur) Kaltim menggelar aksi panggung rakyat dengan rangkaian kegiatan menampilkan kreativitas diantara nya seni tarian adat NTT, orasi dan puisi.
Humas aksi Yohanes Richardo Nanga Wara mengatakan bahwa aliansi GRANATT Kaltim bahwa pada tanggal 14 Oktober 2020, masyarakat adat Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT mengalami konflik adat dengan bentuk represifitas dan intimidasi yang dilakukan oleh rombongan kelompok POL PP, TNI, POLRI serta beberapa preman yang diutus oleh Pemerintah Daerah NTT dibawah kepemimpinan Gubernur NTT, Viktor Laiskodat.
“Konflik tersebut mengenai proyek peternakan yang gagal sehingga menuai protes penolakan oleh warga setempat karena akan dialihfungsikan kepada Dinas Kehutanan yang tidak sesuai dengan kesepakatan sebab dianggap akan merusak lingkungan. Represifitas yang dilakukan oleh aparat menyebabkan menimpa korban rakyat diantaranya ada anak-anak dan ibu-ibu,” ucapnya kepada Kaltimedia.com saat dihubungi pada Sabtu (24/10/2020), Taman Samarendah, Kaltim.
Lebih lanjut, menurut Richardo yang juga salah satu mahasiswa Fisipol tersebut menjelaskan, bahwa sudah jelas dalam Pasal 18 B ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangannya masyarakat dan prinsip Negara kesatuan Republik Indonesia.
Mengacu pada konstitusi tersebut bahwa hutan adat Pubabu merupakan bagian dari kesatuan masyarakat adat yang sepatutnya dilindungi, dihormati dan diakui oleh Pemerintah, baik itu Pemerintah Pusat, Provinsi dan Pemerintah Daerah.
Dirinya juga menanggapi terkait statement pernyataan sikap oleh Gubernur NTT, melalui beberapa pemberitaan media beredar, Viktor Laiskodat mengatakan bahwa dirinya sebagai seorang “Profesor Penjahat”, hal tersebut menunjukkan dirinya tidak layak menjadi seorang pemimpin yang bertanggung jawab, berintegritas untuk memenuhi hingga melindungi seluruh hak masyarakat adat di NTT.
Harusnya kekuasaan itu melindungi bukan menggunakan kekuasaan sewenang-wenang. Kasus di Besipae menjadi sebabgai salah satunya contoh bahwa Gubernur NTT memiliki watak yang arogan, otoriter, tanpa menjunjung tinggi tanah leluhur dan kemanusiaan yang ada.
“Oleh karena itu kami dari Aliansi GRANATT (Gerakan Rakyat NTT) Kaltim menuntut agar negara segera menjalankan Pasal 33 UUD 1945, hentikan dan mengutuk keras tindakan represifitas dari aparat di Besipae, NTT, hentikan konflik agraria yang terjadi di Besipae. Pemprov NTT segera bertanggung jawab penuh terhadap masyarakat adat Besipae yang dirugikan, Profesor Penjahat yang menjabat sebagai Gubernur NTT (Victor Laiskodat), segera bertanggung jawab atas sikap Pemprov NTT,”terang Richardo dalam point tuntutan.
Dirinya menegaskan, agar aksi solidaritas dan surat terbuka tersebut dapat direspon dan disikapi segera mungkin untuk ditindaklanjuti.
“Kami sangat inginkan agar surat terbuka ini bisa langsung didengarkan, direspon dan ditindaklanjuti secepatnya Gubernur NTT, Bapak Viktor Laiskodat. Jika tidak, maka kami akan melakukan gerakan berikut nya yang lebih besar lagi dengan menurunkan massa aksi yang lebih besar lagi,” jelas Richardo diakhir. (dy/rcd)
Editor: (dy)
Oktober 24, 2020