Soal Pembunuhan Oleh Remaja 15 Tahun, Psikolog Ingatkan Peran Orang Tua Dampingi Tontonan Anak

psikolog Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Samarinda, Ayunda Ramadhani. (titi)

Samarinda – Aksi pembuhunan dilakukan oleh remaja berinisial NF (15) terhadap bocah 5 tahun dengan cara yang cukup sadis. Sontak kabar tersebut menggemparkan seluruh masyarakat Indonesia, terutama di dunia maya.

Aksi NF sendiri diakuinya karena terinspirasi film-film thriller. Menanggapi hal tersebut, psikolog Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Samarinda, Ayunda Ramadhani, menyayangkan akan kejadian tersebut.

Ayunda mengatakan anak pada usia tersebut saat sedang menonton film kekerasan atau sejenisnya dengan waktu yang lama bisa meniru atau mengimplementasikan adegan tersebut tanpa mengetahui dampak buruknya.

“Ini kan membuktikan bahwa ia meniru secara instan tanpa berpikir resikonya. Dugaan saya, anak tersebut telah menonton film-film itu dengan jangka waktu yang cukup lama, sehingga iya mampu mengimitasi adegan-adegan kekerasan tersebut,” katanya, Selasa (10/3/2020) siang.

Mengutip salah satu Psikolog yang bernama Albert Bandura yang meneliti tentang “Bobo Doll Experiments”, Ayunda menyebut dalam penelitian tersebut berisi tentang anak-anak yang meniru prilaku setelah mereka menyaksikan seorang model manusia dewasa bertindak agresif terhadap boneka.

“Jadi yang saya baca ada Psikolog yang bernama Albert Bandura disitu ia menyebutkan bahwa anak yang terpapar seperti menonton video-video yang berisi tentang kekerasan selama kurang lebih 20 menit, setelah di pertontonkan anak tersebut akan melakukan suatu tindakan kekerasan atau meniru yang barusan ia tonton,” serunya.

Namun, Ayunda menegaskan bahwa tidak semua orang yang menyukai film bergenre triller akan melakukan tindakan seperti NF. Ayunda pun menghimbau kepada orang dewasa untuk mengedukasi kepada anak-anak mereka tentang tontonan mana saja yang boleh di tonton.

“Jadi banyak banget faktor yang harus di gali di luar hanya tontonan. Disini juga saya menghimbau kepada orangtua dan orang dewasa lainnya untuk mengedukasi kepada anak-anak mereka tentang tontonan mana saja yang boleh di tonton. Dan mentaati rating yang sudah ditetapkan oleh pihak pemerintah, seperti contoh kasus film Joker. Disitu banyak sekali orangtua mengajak anak-anak mereka menonton film tersebut. Namun mereka tidak menyadari bahwa otak anak belum bisa mencerna adegan-adegan yang ada didalam film, dan itu yang bahaya terhadap anak-anak dibawah umur,” jelasnya. (titi)

Share

You may also like...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *