Ketimpangan Anggaran Sekolah di Samarinda Disorot, Anhar : Pendidikan Pinggiran Terancam Tertinggal

Anggota DPRD Samarinda, Anhar saat Memeriksa Data Alokasi Anggaran Pendidikan Disdik.

Samarinda – Alokasi anggaran pembangunan sekolah di Kota Samarinda kembali menjadi sorotan tajam DPRD Samarinda.

Legislator daerah pemilihan (Dapil) II, Anhar, menilai distribusi dana pembangunan fisik pendidikan masih timpang dan mengancam keadilan akses bagi siswa di wilayah pinggiran.

Dalam rapat bersama Pemerintah Kota dan Dinas Pendidikan pada (19/6) lalu, Anhar mengangkat fakta ketimpangan anggaran antara sekolah di pusat kota dan di kawasan seperti Palaran. Dari total sekitar Rp317 miliar anggaran pendidikan fisik untuk 2025, wilayah Palaran hanya memperoleh sekitar Rp10 miliar. Dana itu pun hanya cukup untuk satu SD dan satu SMP.

Data dari Dinas Pendidikan menunjukkan sekolah-sekolah di pusat kota justru mendapatkan alokasi yang jauh lebih besar, bahkan mencapai puluhan hingga ratusan miliar untuk satu sekolah. Ketimpangan ini dianggap bukan sekadar ketidakseimbangan, tetapi juga ancaman bagi kualitas pendidikan secara merata.

Fasilitas sekolah di pinggiran masih sangat terbatas. Banyak bangunan tidak memenuhi standar, dengan sarana dan prasarana yang tidak memadai.

Sementara di sisi lain, beberapa sekolah favorit di kota telah dibangun ulang dengan anggaran yang jauh lebih besar dan fasilitas modern.

Kondisi ini menyebabkan munculnya kecenderungan orang tua untuk memilih sekolah di pusat kota, meski harus menempuh jalur tak wajar. Anhar menyebut, jika situasi ini turut memicu praktik titip-menitip dan pencarian celah dalam proses Penerimaan Murid Baru (SPMB).

“Kalau semua sekolah punya kualitas dan fasilitas yang sama, tidak akan ada kegaduhan soal zonasi. Tapi kenyataannya, masyarakat hanya diberi pilihan sekolah bagus di pusat kota,” ungkap Anhar saat dikonfirmasi media ini, pada Senin (23/6/2025).

Politikus asal fraksi PDI Perjuangan tersebut menilai ketidakmerataan fasilitas merupakan akar masalah yang belum tersentuh secara serius oleh kebijakan pendidikan. Fokus yang hanya menyentuh isu teknis penerimaan siswa tidak akan menyelesaikan persoalan yang lebih dalam.

“Ini bukan cuma soal siapa masuk sekolah mana. Ini soal bagaimana keadilan dalam pendidikan bisa diwujudkan lewat anggaran yang merata,” katanya.

Fenomena itu juga mencerminkan lemahnya evaluasi terhadap pembangunan pendidikan selama ini. Anggaran besar tidak selalu diarahkan berdasarkan kebutuhan paling mendesak, melainkan cenderung berpola politis dan sentralistik.

“Kalau pemerintah serius ingin memberantas praktik curang saat penerimaan murid, maka langkah pertama adalah memastikan semua sekolah di semua wilayah mendapat perlakuan yang sama,” tegas Anhar.

Ia mendorong Pemkot Samarinda agar membenahi skema perencanaan pembangunan sekolah dengan pendekatan yang lebih inklusif dan berbasis data lapangan, bukan semata asumsi.

“Karena pendidikan bukan hanya milik kota. Pinggiran juga punya masa depan yang harus dijaga,” pungkasnya. (Adv/Df)

Share

You may also like...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *