
SAMARINDA – Berdasarkan Release Kajian Hak Asasi Manusia yang diselenggarakan di lapangan parkir gor 27 Universitas Mulawarman, Rabu (13/12/2023) kemarin, Reski Demas Pawai selaku penanggung jawab acara Festival tersebut menyampaikan Kondisi HAM sepanjang periode Jokowi-Maa’ruf, terpantau cukup suram disebabkan menyusutnya kebebasan publik, budaya kekerasan impunitas terutama papua-papua barat, & keputusan dalam membentuk tim penyelesaian kasus pelanggaran HAM di masa lalu, hingga pengesahan KUHP yang bukan hanya membuktikan negara tidak tanggap dalam perlindungan HAM.
“Dimana ini akan mencoreng wajah Indonesia di mata dunia dalam bidang pemajuan serta penghormatan HAM,” tuturnya.
Setiap tahunnya pelanggaran HAM terus meningkat, pihaknya mengatakan, perlu adanya keselerasan penegak hukum & ketegasan setiap instansi pemerintah dalam penuntasan pelanggaran HAM di Indonesia bagi pelanggaran HAM ringan ataupun pelanggaran HAM berat.
“Komnas HAM melaporkan, ada 3.091 pengaduan dari masyarakat terkait dugaan pelanggaran HAM pada 2022. Jumlah itu meningkat 13,26% dibandingkan pada tahun sebelumnya yaitu sebanyak 2.729 pengaduan,” paparnya.
Ia menjelaskan bahwa rentetan pilu dalam sejarah indonesia ini terjadi sejak tahun 1965 hingga saat ini, telah terjadi berbagai macam peristiwa yang menjadi bulan september sebagai catatan hitam. Kasus-kasus seperti; Penculikan, pembunuhan, hingga pembantaian banyak ditemui. Dari sekian banyak nya kasus tersebut itu merupakan suatu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) namun sampai saat ini belum menemui titik terang siapa pelaku dan apa motif dibalik peristiwa tersebut.
“Penyelesaiannya pun tidak menjujung tinggi dan mengedepankan prinsip-prinsip HAM, dapat dilihat bahwa banyaknya kasus pelanggaran HAM yang terjadi dimasa lalu seperti; Tragedi 1965-1966, Tragedi Tanjung Priuk 1984, Tragedi Semanggi II 1999, Tragedi Munir 2004, Reformasi Di Korupsi 2019, Salim Kancil 2015, dan Penculikan Wiji Tukul,” sambungnya.
Dalam proses pembuatan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 melalui proses yang sangat kontroversional, dikarenakan dalam agenda pembahasan untuk sampai menuju putusan. Putusan MK tersebut menyebabkan banyaknya tekanan publik/masyarakat.
“Fenomena Politik menjelang pemilu 2024 menjadi isu strategis di penghujung tahun 2023, pasalnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia Capres-Cawapres membuka penyempurnaan tiket emas menuju pemilu 2024 yang kemudian diindikasi adanya Politik Dinasti oleh Presiden Jokowi Widodo, dari Anwar Usman Sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi untuk memberikan tiket emas kepada Wali Kota Solo yaitu Gibran Rakabuming Raka dengan mengabulkan gugatan atau Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023,” jelasnya.
Anwar Usman dianggap telah menyalahgunakan kekuasaannya sebagai ketua Mahkamah Konstitusi. Sehingga memunculkan sidang MKMK (Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi) yang memutuskan bahwa Anwar Usman selaku ketua MK bersalah melakukan pelanggaran etik dan diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua MK.
“Seperti yang diketahui bahwa Anwar Usman juga merupakan paman dari Gibran Rakabuming Raka dan ipar dari Presiden Joko Widodo sehingga sangat jelas keputusan tersebut sarat akan kepentingan Dinasti Politik, Maka dari itu kami dari Komite Rakyat Melawan Kaltim menyatakan sikap bahwa segera Tuntaskan Pelanggaran HAM dan Menolak Politik Dinasti,” pungkasnya. (As)