
JAKARTA – Para pejabat negara masuk tim pemenangan Koalisi Indonesia Maju (KIM) dinilai harus mundur dari jabatannya. Langkah itu dinilai bijak agar mereka dapat berkonsentrasi memenangkan pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka.
“Agar konsentrasi tidak terpecah dengan menjalankan program rakyat yang berkesinambungan lebih baik mengundurkan diri. Ini lebih elok dan etis,” kata Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati dikutip dari Media Indonesia, Rabu (25/10/2023).
Beberapa elite partai politik yang tergabung KIM tercatat menteri aktif. Misalnya, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan selaku Menteri Perdagangan.
Sementara itu, Wakil Menteri Agraria Tata Ruang/BPN Raja Juli Antoni merupakan Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Adapun Sekretaris Jenderal Partai Bulan Bintang (PBB) Afriansyah Noor saat ini menjabat sebagai Wakil Menteri Ketenagakerjaan.
Selain capres, Prabowo yang merupakan Ketua Umum Partai Gerindra merupakan Menteri Pertahanan aktif. Sementara itu, Gibran menjabat sebagai Wali Kota Surakarta.
Pejabat negara dalam KIM diminta menahan diri untuk menunjukkan keberpihakan, meski tidak ada aturan yang mengikat.
“Jika dibiarkan ini akan menjadi preseden buruk untuk demokrasi ke depan,” tandas Neni.
Guru besar ilmu politik Universitas Airlangga Kacung Marijan mengatakan salah satu ciri negara demokrasi adalah adanya kontestasi untuk memperebutkan dan mempertahankan jabatan-jabatan politik. Para pejabat negara yang masuk dalam koalisi pendukung capres-cawapres tidak boleh berbuat seenaknya.
“Karena ada mekanisme kontrol, baik dari lawan maupun masyarakat dan media. Jadi, sepanjang kontrol itu kuat, tidak perlu terlalu mengkhawatirkan,” ujar Kacung.