
Jakarta, Kaltimedia.com – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menegaskan larangan bagi wakil menteri untuk merangkap jabatan, terutama di perusahaan milik negara. Penegasan ini sejalan dengan ketentuan yang selama ini berlaku bagi menteri.
“Kalau menteri saja dilarang rangkap jabatan, apalagi wakil menteri. Itu prinsip sederhananya,” ujar Feri Amsari, pakar hukum tata negara, Minggu (20/7/2025).
Menurut Feri, MK melalui berbagai putusan telah konsisten menyatakan bahwa larangan rangkap jabatan juga berlaku bagi wakil menteri, untuk menjaga profesionalisme dan menghindari konflik kepentingan.
Saat ini, sejumlah wakil menteri diketahui masih menjabat sebagai komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satunya adalah Dyah Roro Esti Widya Putri, Wakil Menteri Perdagangan, yang juga menjabat sebagai Komisaris Utama PT Sarinah (Persero).
Menanggapi polemik tersebut, Dyah menyatakan dirinya siap menjalankan tugas negara secara maksimal.
“Kami mengedepankan kebutuhan negara. Bagaimana kami bisa maksimal dalam menjalankan tugas,” ujar Dyah saat diwawancara media pada 14 Juli lalu di Jakarta.
Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno menegaskan sikap patuh terhadap keputusan MK.
“Kalau MK mengatakan tidak boleh rangkap jabatan, ya bagaimana lagi? Itu sudah sesuai hukum dan regulasi,” ujar Oegroseno, dikutip dari Kompas.com.
Dalam sidang pada Kamis (17/7), MK menyatakan tidak dapat menerima permohonan uji materi atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang diajukan oleh Juhaidy Rizaldy Roringkon, Direktur Eksekutif Indonesia Law & Democracy Studies (ILDES).
Wakil Ketua MK Saldi Isra menyampaikan, permohonan tidak dapat dipertimbangkan karena pemohon telah meninggal dunia pada 22 Juni 2025.
“Seluruh syarat anggapan kerugian konstitusional yang didalilkan Pemohon tidak terpenuhi,” kata Saldi.
Meski permohonan tidak diterima, MK kembali menegaskan bahwa larangan rangkap jabatan bagi menteri juga berlaku bagi wakil menteri.
Isu ini sejatinya telah bergulir sejak lama. Pada 2019, Ketua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) Bayu Segara dan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta Novan Lailathul Rizky juga mengajukan uji materi terhadap Pasal 10 UU No. 39 Tahun 2008, yang mengatur posisi wakil menteri.
Meski saat itu permohonan juga tidak diterima, MK secara eksplisit menyatakan bahwa wakil menteri merupakan pejabat negara yang harus tunduk pada larangan rangkap jabatan sebagaimana berlaku untuk menteri.
“Karena pengangkatan dan pemberhentian wakil menteri adalah hak prerogatif Presiden, maka wakil menteri harus ditempatkan sebagaimana menteri,” bunyi pertimbangan dalam Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019.
Penegasan ini kembali ditegaskan dalam Putusan Nomor 21/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo, Kamis lalu.
Sudah Ada Tiga Putusan MK, menurut Feri Amsari, setidaknya ada tiga putusan MK yang telah menegaskan pelarangan rangkap jabatan bagi wakil menteri, yaitu:
Putusan Nomor 79/PUU-IX/2011
Putusan Nomor 80/PUU-XVII/2019
Putusan Nomor 21/PUU-XXIII/2025
“Putusan-putusan ini menegaskan bahwa larangan rangkap jabatan berlaku pula untuk wakil menteri demi menjauhkan mereka dari konflik kepentingan,” jelas Feri.
“Aneh jika menteri dibatasi, tapi wakil menteri yang notabene posisi profesional malah dibolehkan bertindak tidak profesional,” tambahnya. (Ang)



