
KALTIMEDIA.COM, SAMARINDA – Wali Kota Samarinda, Andi Harun, melaksanakan rapat bersama OPD terkait dalam rangka penyusunan dasar-dasar hukum terkait regulasi Pertamini ilegal.
“Dasar hukum tentang kegiatan usaha hilir minyak bumi dan gas, atau dalam istilah umum disebut BBM eceran, yakni Pertamini. Dari landasan hukum tersebut, maka di dapatkan beberapa dasar hukum yang akan dirumuskan dalam surat edaran nantinya,” tuturnya pada Senin, (22/4/2024) malam.
Adapun landasan hukum tersebut yakni sebagai berikut;
- Undang-undang Nomor 21 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi.
- Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
- Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2004 tentang kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi.
- Peraturan BPH Migas Nomor 6 tahun 2015 tentang penyaluran jenis BBM tertentu dan jenis bahan bakar khusus pada daerah yang belum terdapat penyalur.
- Surat edaran Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM. Nomor 14.E/HK.03/DIM/2021, tentang penyaluran BBM dilaksanakan dengan ketentuan penyalur retail (SPBU/SPBN/SPBB).
- Surat edaran Kementrian SDM Republik Indonesia Nomor 0013.E/10/DJM.0/2017 tentang ketentuan penyaluran BBM melalui penyalur.
- Surat BPH Migas Nomor 715/07/KA.BPH/2005 perihal tanggapan terhadap legalitas usaha Pertamini dan pendistribusian BBM untuk Pertamini.
- Surat Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Republik Indonesia Nomor 211/SPK/SD/10/2015 tanggal 21 Oktober 2015, perihal legalitas usaha Pertamini dinyatakan bahwa telah melakukan penelitian dan pengujian terhadap pompa ukur yang digunakan Pertamini yang hasilnya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
- Surat Kepala BPH Migas No. 715/07/Ka.BPH/2005 tanggal 4 September 2015, perihal tanggapan terhadap legalitas usaha Pertamini dan Pendistribusian BBM untuk Pertamini.
Berdasarkan aturan tersebut, kegiatan usaha minyak bumi dan gas termasuk Pertamini di dalamnya, tidak dapat dilaksanakan di tempat umum, sarana dan prasarana umum, bangunan tempat tinggal atau pabrik beserta tanah pekarangan dan sekitarnya. Kecuali dengan izin pemerintah, persetujuan masyarakat dan perseorangan yang berkaitan dengan hal tersebut.
“Ya, jadi selain izin pemerintah juga harus ada persetujuan masyarakat sekitarnya,” tegasnya.
“Jadi kalau ada kegiatan penjualan BBM eceran atau pertamini tersebut yang tanpa memiliki izin semestinya. Berdasarkan Surat Kepala BPH Migas Nomor 715/7/Ka.BPH/2005, tanggal 4 September 2005. Maka perbuatan tersebut di kualifikasikan sebagai perbuatan yang melanggar hukum,” sambungnya.
Pemerintah mendelegasikan penerbitan izin teknis dari Pertamina melalui peraturan di BPH Migas nomor 6 tahun 2015 dan undang-undang Nomor 21 tahun 2001.
“Semua atas dasar hukum tersebut, dan harus memiliki Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Nomor KBLI nya itu 4 7 8 9 2, jadi sering disebut KBLI 4 7 8 9 2. Atau memenuhi kewajiban syarat berusaha lainnya sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan,” paparnya.
Lebih lanjut, Andi Harun menyampaikan bahwa sinergitas SPBU yang merupakan pintu terakhir selaku penyalur BBM dan Masyarakat sebagai konsumen diharapkan bijak dalam menyikapi regulasi yang akan segera diterbitkan tersebut.
“Dari semua aturan ini saya mau jelaskan, penyalur untuk seperti di Kota yang tersedia SPBU, jadi penyalur terakhir itu mereka, masyarakat hanya diperbolehkan di SPBU. Kalau SPBU menjual ke Pertamini itu juga melanggar, karena mereka adalah ujung terakhir sebagai penyalur yang langsung berhubungan dengan konsumen,” jelasnya.
Berdasarkan estimasi yang diberikan, surat edaran tersebut akan segera diberlakukan pada bulan April 2024.
“Mudah-mudahan rencana ini berjalan lancar, surat edaran itu akan mulai diberlakukan pada tanggal 25 April, paling lambat 26 April rencananya,” tutupnya. (As)