SAMARINDA – Front Aksi Mahasiswa (FAM) melakukan orasi didepan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur, Jl. Bung Tomo, Selasa (7/7/2020), untuk meminta agar segera mengusut tuntas terkait pembangunan gedung baru Kejari di Samarinda karena adanya dugaan korupsi dalam proyek tersebut.
Menurut Nazar selaku Kordinator aksi, bahwa dalam proyek tersebut adanya dugaan korupsi, dan FAM meminta kejati untuk mengusut secara tuntas.
“Menurut informasi yang Kami dapat ini merupakan lahan basah. Pada saat itu dugaan Kepala Kejari Samarinda bertemu dengan panitia lelang dan mereka sepakat siapapun yang menang tender harus menyetor komitmen fee. Kami minta Kejati mengusut kasus itu,” kata Nazar.
Lebih lanjut, selain permasalahan tersebut, dalam aksi ini FAM menuntut Kejati Kaltim untuk mengusut tuntas badan usaha lima penyalur BBM di Kaltim.
“Kami meminta Kejati Kaltim segera mengusut pihak terkait untuk diadili karena masalah ini masalah Kita bersama. Anggaran senilai Rp 30 miliar Kami tidak ingin terjadi ketimpangan penyelewengan,” lanjutnya.
Sementara itu saat dihubungi Kaltimedia.com, selaku pemilik PT. Barokah yang diduga bersangkutan dengan masalah BBM tersebut, Rudi Mas’ud membantah mentah-mentah, pasalnya perusahannya ini merupakan perusahan yang barada di bidang jasa perkapalan.
Dirinya mengakui, perusahaan miliknya ini tidak ada sangkut pautnya dengan perusahaan penyalur BBM. Justru dirinya beranggapan aksi demo tersebut ditunggangi oleh pihak tertentu.
“Mungkin ada kekeliruan, kegiatan itu yang saya khawatirkan kawan-kawan yang demo itu ditunggangi,” ucapnya.
Lebih lanjut, dirinya menjelaskan terkait pembayaran iuran dari Badan Penyalur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) Yang yang disinggung para pendemo. BPH Migas sendiri sudah melakukan pengawasan tentang pembayaran iuran tetap itu, dan yang melakukan pembayaran iuran tetap berasal dari produsen Migas itu sendiri ialah Pertamina dan perusahaan Migas lainnya. Sehingga penyalur BBM itu tidak ada sangkut pautnya untuk wajib membayar iuran tetap tersebut.
Rudi Mas’ud kembali menjelaskan, bahwa dari data yang ia dapatkan, besaran iuran tetap migas itu sebesar 0,03 persen. Menurutnya nilai iuran tersebut cukup rancu, karena pendapatan dari iuran Migas itu hanya digunakan di pemerintah pusat dan tidak sampai ke daerah dalam bentuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menurutnya, hal tersebut harus diperhatikan karena PAD adalah Pajak Penggunaan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), karena itu yang didapatkan oleh pemerintah daerah khususnya provinsi ini sebesar 7,5 persen.
“Yang harus dijaga bukan iuran migas untuk di daerah dijaga tapi PBBKB didapatkan di daerah. Itu dilakukan Dispenda,” lanjutnya.
Selain itu ia menangkap maksud dari pendemo tersebut. Ia menjelaskan penyalur BBM tidak membayar iuran migas. Sebab itu hanya tergantung dari produsen atau trader migas seperti Pertamina atau trader minyak lainnya. Ia pun melihat trader yang ada di Kaltim perlu diperbaiki.
“Misal SPBU mereka menyalurkan dia tidak berdagang tapi dapat fee saja dari hasil penyaluran distribusi BBM,” pungkasnya. (pry)
Editor: (dy)
Juli 7, 2020