JAKARTA – KPK menggelar konfrensi pers pada Jumat (3/7/2020) malam, terkait penetapan Bupati Kutai Timur, Ismunandar dan istrinya, Encek UR Firgasih yang juga menjabat sebagai Ketua DPRD Kutim, sebagai tersangka usai sehari sebelumnya diamankan dalam OTT. Ismunandar dan Encek diduga menerima uang suap pekerjaan infrastruktur di Kutai Timur.
“Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji terkait pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur tahun 2019 sampai 2020. KPK menetapkan tujuh orang tersangka, sebagai penerima ISM selaku Bupati dan EU selaku Ketua DPRD,” jelas Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango dalam konfrensi pers di gedung KPK.
Selain itu, KPK menetapkan lima tersangka lainnya, antara lain Suriansyah selaku Kepala BPKAD, Aswandi selaku Kadis PU, Musyaffa selaku kepala Bapenda, Aditya Maharani selaku kontraktor, dan Deky Aryanto selaku rekanan.
KPK pun menyita barang bukti uang senilai Rp 170 juta dan beberapa tabungan dengan total saldo Rp 4,8 miliar saat menangkap Ismunandar dalam OTT kemarin.
“Dari hasil tangkap tangan tersebut ditemukan sejumlah uang tunai sebesar Rp 170 juta, beberapa buku tabungan dengan total saldo Rp 4,8 miliar, sertifikat deposito sebesar Rp 1,2 miliar,” ungkap Nawawi.
Masing-masing dari ke-7 orang tersebut memiliki peran. Ismunandar, Encek, Suriansyah, Aswandi, dan Musyaffa ditetapkan sebagai tersangka penerima.
Sementara dua orang tersisa, Aditya Maharani dan Deky Aryanto sebagai tersangka pemberi. Pemberian uang suap itu sendiri merupakan imbalan dari sejumlah pekerjaan proyek di Kutai Timur 2019-2020.
Kini, sang Bupati beserta istri dan anggotanya disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Aditya Maharani dan Deky Aryanto dijerat melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ar)