
Samarinda, Kaltimedia.com – Pengurus Persatuan Rugby Union Indonesia (PRUI) Kota Samarinda terus menggencarkan program Rugby Goes to School sebagai langkah regenerasi dan pembinaan atlet muda di tingkat SD, SMP, hingga SMA.
Ketua Pengkot PRUI Samarinda, Aidil Hafiedz Akhmad, mengungkapkan bahwa hingga pertengahan tahun 2025 ini, pihaknya telah menyambangi lima sekolah di Kota Tepian. Program ini sekaligus mendorong pengenalan dan pembentukan kegiatan ekstrakurikuler rugby di lingkungan sekolah.
“Alhamdulillah, saat ini sudah ada satu sekolah yang resmi menjadikan rugby sebagai kegiatan ekstrakurikuler. Kami juga terus menjalin kerja sama dengan sekolah lainnya untuk menjaring potensi atlet muda,” kata Hafiedz kepada Kaltimedia.com, Senin (23/6/2025).
Sejumlah siswa dari sekolah yang disambangi pun mulai menunjukkan minat untuk terlibat lebih jauh dengan bergabung dalam latihan rutin bersama PRUI Samarinda. Bahkan, beberapa di antaranya tengah dipersiapkan untuk menghadapi ajang Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) mendatang.
“Misalnya dari SMA 5, SMA 3, SMP 4, serta SD di daerah Sambutan, sudah ada beberapa siswa yang aktif berlatih dan menunjukkan komitmen untuk menjadi atlet rugby,” jelasnya.
Tak hanya fokus pada siswa, PRUI Samarinda juga membekali guru-guru olahraga dengan pelatihan kepelatihan rugby. Langkah ini bertujuan membangun fondasi pelatih lokal bersertifikasi demi kelangsungan pembinaan di sekolah.
“Kemarin kami mendatangkan instruktur khusus untuk melatih para guru. Ada sekitar tujuh guru yang sudah mengikuti pelatihan dan kini mengantongi sertifikat kepelatihan rugby,” tambah Hafiedz.
Untuk tahun 2025 ini, PRUI Samarinda menargetkan program sosialisasi di 15 sekolah. Hingga Juni, setengah dari target tersebut telah tercapai.
“Rencana ini sudah kami susun sejak tahun lalu, dan saat ini kami fokus menyelesaikan sisanya dalam enam bulan ke depan,” imbuhnya.
Namun demikian, Hafiedz mengakui ada tantangan tersendiri di lapangan. Salah satunya adalah kekhawatiran orang tua siswa terhadap olahraga rugby yang dikenal penuh kontak fisik.
“Memang ada beberapa siswa yang tertarik, tetapi belum mendapatkan izin dari orang tua karena khawatir soal risiko cedera. Ini kami pahami sebagai bagian dari proses edukasi juga,” tutup Hafiedz. (Dy)
Editor : Ang