
Jakarta, Kaltimedia.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa mantan Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung berinisial SW terkait kasus korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022) lalu.
Selain SW, ada 11 orang saksi lainnya yang ikut diperiksa. Mereka semua diperiksa oleh penyidik perkara atas digaan tindak pidana korupsi tersebut atas nama tersangka TN alias AN dkk.
“Ada 12 orang totalnya, terkait kasus ini, dalam pengelolaan tata niaga komodotas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUO) di PT Timah Tbk tahun 2015 s/d 2022 atas nama tersangka TN alias AN dkk,” kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis, Jumat (26/4/2024) siang.
Untuk 11 saksi lainnya masing-masing Inspektur Tambang Dinas Pertambangan ESDM Provinsi Kepulaian Bangka Belitung tahun 2017, Sekretrasi Tim Evaluator RKAB berinisial PD, serta DW, IWN, HR selaku inspektur Tambang dan YS alias YG selaku pihak swasta.
Kemudian, RV, MA, NG, NRN, AW selaku competent person Indonesia (CPI) PT Timah dan STJ selaku pihak swasta.
Kendati demikian, Ketut tidak menerangkan lebih lanjut hasil pemeriksaan yang dilakukan kepada para saksi. Ia menjelaskan, untuk pemeriksaan dilakukan dalam rangka melengkapi berkas perkara.
“Saksi diperiksa untuk memperkuat bukti-bukti dan melengkapi pemberkasan dalam perkara yang dimaksud,” terangnya.
Kejagung sendiri, telah menetapkan sebanyak 16 tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah. Mulai dari jabatan DIrektur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.
Kejangung juga mengatakan nilai kerugian ekologis dalam kasus korupsi ini, diperkirakan mencapai Rp 271 Triliun berdasarkan hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB, Bambang Hero Saharjo.
Kerugian itu terdiri dari tiga jenis, yang Pertama kerugian ekologis sebesar Rp 183,7 triliun, Kedua ekonomi lingkungan sebesar Rp 74,4 triliun dan Ketiga biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp 12,1 triliun.
Kejagung menegaskan, nilai kerugian tersebut masih belum bersifat final, dan sampai saat ini penyidik masih menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat aksi korupsi itu. (Ang)