Tewasnya Dokter Marwan Al-Sultan: Simbol Runtuhnya Kemanusiaan di Gaza

Foto : Dokter Marwan Al-Sultan ahli jantung senior dan direktur Rumah Sakit Indonesia. Sumber : Istimewa.
Foto : Dokter Marwan Al-Sultan ahli jantung senior dan direktur Rumah Sakit Indonesia. Sumber : Istimewa.

Gaza, Kaltimedia.com – Jalur Gaza kembali menjadi saksi bisu runtuhnya satu lagi pilar kemanusiaan. Dokter Marwan Al-Sultan ahli jantung senior dan direktur Rumah Sakit Indonesia tewas dalam serangan udara Israel yang menewaskan pula sejumlah anggota keluarganya.

Bagi Gaza yang sudah lama tercekik oleh blokade dan perang, kematian al-Sultan bukan sekadar kehilangan pribadi. Ia adalah simbol dari kehancuran sistemik layanan kesehatan di tengah tragedi yang tiada henti.

“Ini adalah kerugian besar bagi Gaza, dan juga komunitas medis global,” kata Muath Alser, Direktur Healthcare Workers Watch (HWW), dilansir dari BBC, Kamis (3/7/2025).

Al-Sultan sebagai tenaga medis ke-70 yang tewas hanya dalam 50 hari terakhir. Pernyataan itu tak berlebihan karena Al-Sultan adalah satu dari hanya dua ahli jantung yang masih bertahan di Gaza, wilayah yang saat ini sangat bergantung pada tenaga kesehatan yang tersisa untuk menyelamatkan nyawa ribuan korban.

Tak lama sebelum wafat, Al-Sultan sempat berbicara kepada The Guardian, menggambarkan tekanan luar biasa yang dialami Rumah Sakit Indonesia akibat meningkatnya jumlah korban luka sejak serangan besar-besaran kembali terjadi pada Mei 2025. Kondisi saat itu digambarkannya sebagai “tak manusiawi,” dengan fasilitas medis yang kehabisan obat, peralatan, bahkan ruang untuk pasien baru.

Kematian Al-Sultan menambah panjang daftar profesional medis yang dibunuh dalam konflik ini lebih dari 1.400 sejak Oktober 2023, menurut data HWW. Dalam daftar itu tercantum tiga dokter, kepala perawat dari dua rumah sakit besar, bidan senior, teknisi radiologi, hingga puluhan tenaga medis muda yang baru saja memulai karier mereka.

“Apa yang terjadi di Gaza bukan hanya sekadar tragedi perang. Penargetan tenaga kesehatan secara sistematis menunjukkan pola kekerasan yang mengarah pada pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional,” ungkap Muath Alser.

Rumah sakit, dokter, perawat yang seharusnya dilindungi dalam zona konflik justru menjadi target, bukan korban tidak sengaja.

“Ini bukan hanya soal kehilangan nyawa, tapi juga penghancuran pengalaman dan keahlian medis yang dibangun selama puluhan tahun,” ujar Alser.

Dalam sebuah wawancara yang penuh kesedihan, Direktur Rumah Sakit Al-Shifa, Mohammed Abu Selmia, menyebut kehilangan al-Sultan sebagai pukulan yang tak tergantikan.

“Ribuan pasien jantung akan menderita karena kehilangan ini. Satu-satunya kesalahan dia hanyalah karena dia seorang dokter yang mencoba menyelamatkan nyawa,” tutupnya. (Ang)

Share

You may also like...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *